Jumat, 25 Februari 2011

Kelestarian Lingkungan Untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)

Kenyataan telah menunjukkan bahwa sejak kemerdekaan hingga kini, bangsa kita belum menunjukkan kemajuan yang berarti disemua aspek kehidupan dibandingkan dengan negara-negara lain yang sebaya, padahal sumber daya alam telah dikuras sedemikian dahsyatnya hingga melampaui ambang batas demi menggapai cita-cita dan tujuan sebagaimana yang diamanahkan dalam UUD 1945. Eksploitasi terhadap sumber daya alam yang telah dilakukan tidak memberikan kemajuan yang signifikan terhadap peningkatan dan perbaikan kesejahteraan rakyat, malah dampak dari eksploitasi sumber daya alam menyengsarakan rakyat dengan adanya bencana alam yang terjadi dimana-mana. Kata pepatah "sudah jatuh tertimpa tangga pula" demikian gambaran kondisi kita sekarang.
Bagaimana mungkin pembangunan yang berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat masa kini dan menjamin tersedianya pemenuhan sumber daya alam untuk generasi mendatang dapat dilaksanakan jika kelestarian lingkungan tidak dapat dilpelihara ?
Meskipun secara kuantitatif jumlah peraturan perundang-undangan dibidang lingkungan hidup saat ini telah memadai, namun hal itu belum menjamin terpeliharanya kelestarian lingkungan yang memungkinkan dilaksanakannya pembangunan yang berkelanjutan. Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut, pemanfaatan terhadap sumber daya alam yang melimpah ruah tidak terelakkan lagi. Beberapa bidang sumber daya alam yang mendapatkan perhatian khusus untuk dieksploitasi dalam rangka pembiayaan pembangunan adalah sektor minyak dan gas bumi serta sumber daya hutan. Akibatnya sumber daya alam tersebut akan mengalami tekanan yang dahsyat oleh eksplorasi dan eksploitasi yang berlebihan dan  tidak terkendali. Pada masa orde baru, pemanfaatan terhadap eksploitasi terhadapsumber daya hutan menjadi pemasok pendapatan negara terbesar kedua setelah sektor minyak dan gas bumi. Hal tersebut telah menyebabkan tejadinya kerusakan hutan yang tak terhindarkan, yang pada akhirnya menimbulkan kerugian terhadap manusia itu sendiri. Kerusakan sumber daya hutan sedemikian besar tersebut telah menyebabkan gangguan pula terhadap keseimbangan ekosisstem lingkungan. Akibatnya pada musim penghujan terjadi banjir dan erosi di mana-mana serta kekeringan yang berkepanjangan bahkan pemanasan global. Fenomena di atas menggambarkan bahwa pola kebijakan pembangunan yang hanya berorientasikan ekonomi dalam pemanfaatan sumber daya alam akan menimbulkan kerusakan lingkungan. 
Orientasi jangan hanya semata-mata kepada keuntungan ekonomi (profit oriented) melainkan lebih kepada pelestarian lingkungan (environment oriented).~er      


Selengkapnya...

Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah

Propinsi Sulawesi Tengah mempunyai kawasan hutan seluas 4.394.932 hektar dan 676.248 hektar diantaranya merupakan kawasan konservasi termasuk didalamnya Taman Nasional Lore Lindu (TNLL). Disamping sumberdaya hutan, TNLL memiliki kekayaan berupa keragaman flora dan fauna (endemik) yang sangat tinggi sehingga TNLL merupakan bio diversity yang tak ternilai harganya. Oleh karena itu TNLL perlu dijaga kelestariannya sehingga dapat memberi manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu    sesuai UU No. 5 Tahun 1990, pengelolaan TNLL diarahkan pada tiga hal yakni : perlindungan sistem penyanggah kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan serta satwa, dan pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati beserta ekosistemnya. 
Sumber daya hutan TNLL memiliki kawasan seluas 217.991,18 hektar dan diperkirakan memiliki sekitar 5000 spesies tumbuhan tinggi yang tersebar pada hutan dataran rendah, hutan pegunungan rendah, hutan kayu elfin dan hutan sekunder. Beberapa tumbuhan endemik seperti wanga (jenis palma), eucalyptus atau leda  merupakan jenis flora khas yang terdapat di TNLL dengan habitat yang spesifik tumbuh di daerah berair di sekitar sungai dan anggrek alam sekitar 50 genus menyebar pada ketinggian 600-800 mdpl. Beberapa diantaranya termasuk endemik seperti anggrek bulan merah (phalaenopsis celebencis), anggrek bulan putih (phalaenopsis amabilis) dan anggrek bulan kuning (phalaenopsis amboinensis) yang memiliki nilai estetika tinggi. 
Sementara untuk fauna yang mendiami TNLL digolongkan ke dalam beberapa jenis seperti mamalia, burung, reptil dan ikan serta serangga. Fauna yang tergolong mamalia yang dapat ditemukan di TNLL seperti Anoa, Rusa, Babirusa, kuskus, musang, kera hitam dan kera hantu yang merupakan salah satu primata terkecil di dunia dengan berat hanya 100 gram serta sedikitnya 55 jenis kelelawar yang sangat penting peranannya dalam rangka penyerbukan sehingga hutan tetap berfungsi.
Sulawesi memiliki sekitar 224 jenis burung, 97 diantaranya merupakan endemik Sulawesi. Diantara 97 jenis burung endemik itu 83 % diantaranya terlihat di hutan TNLL seperti burung Maleo, Nuri Sulawesi, Kakaktua dan lainnya. Demikian pula reptil, ikan, amfibi dan serangga dari berbagai jenis banyak mendiami hutan TNLL. Perpaduan beragam jenis flora dan fauna ini telah membentuk satu kesatuan ekosistem TNLL yang dikenal sebagai bio diversity dengan kergaman hayati yang tinggi.
Pengelolaan TNLL hendaknya dilakukan dengan sistem zonasi, dengan menetapkan zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan secara tradisional dan zona penyanggah. Model pengelolaan seperti ini dimaksudkan agar TNLL sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan sebagai tempat perlindungan sistem penyanggah kehidupan, pengawetan keragaman hayati, penelitian dan pendidikan serta pariwisata , semua ini ditujukan bagi terpeliharanya proses ekologis sehingga dapat menunjang peningkatan kesejahteraan masyarakat.~er
Selengkapnya...